Selasa, 27 Oktober 2015

DECISION MAKING PROCESS IN CONSUMER


BUY PRODUCTS SPORTS SHOESPaschal Ferdinand Bereket Ketto
Abstract: New Balance is a brand of shoes that comes from America which has been popular inthe world since 1906. This study used a qualitative descriptive methods and techniques of collectingdata is to conduct in-depth interviews. The decision making process in purchasingNew Balance shoes are influenced by resources, visual message of colors, shapes and logosshown on the product New Balance shoes. Students interested in the message andare on two different paths, namely paths in the central and peripheral pathways Elaboration theoryLikelihood Model (ELM). Consumers are on the central lane when the consumer is able to process andevaluating messages or information received. Instead consumers are on track peripheralswhen purchasing the shoes New Balance products onlyinthe influence of the visual side of colors and shapes.Key word: Messages, ELM, a purchase decision.PRELIMINARYBackgroundShoes is a footwear product that is used at the timeactivities outside the home. In the last year 2010 the footwear industry has experiencedrapid growth characterized by high exports of footwear in the world market.One company that began producing sports shoesNew Balancein IndonesiaPT Panarub Dwikarya Hendrik Sasmita. Data on the number of sports shoesNew Balancethatproduced by PT Panarud Dwikarya Hendrik Sasmita in 2009 amounted to 50 to200 pairs per month 2010 amounts to 270 to 500 pairs per month, and 2011 amounted to 700post per month.


Rumusan Masalah
Bagaimana proses pengambilan keputusan konsumen dalam membeli sepatu olahraga
New Balance
?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengambilan keputusan
konsumen dalam membeli sepatu olahraga
New Balance
.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
teori perilaku konsumen yang digunakan dalam penelitian ini dan mengetahui proses
pengambilan keputusan konsumen dalam membeli sepatu olahraga
New Balance.
2.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dihar
a
p
kan dapat berguna bagi perusahaan sepatu
New
Balance
dan perusahaan
-
perusahaan sepatu la
innya di Indone
sia dalam menawarkan
sebuah produk kepada konsumen
.
KERANGKA TEORI
Komunikasi adalah proses penyampaian berupa pesan atau informasi yang nantinya dapat
menyasar kepada setiap benak konsumen. Tanpa sebuah proses komunikasi yang baik
perusahaan akan sulit untuk mencapai keberhasilan dalam memasarkan produknya. Menurut
Everret M Rogers seperti dikutip Cangara (2004, hal.19) komunikasi adalah suatu proses di
mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada tujuan komunikasi yakni
mutual understanding
.
Ada
beberapa alur komunikasi yaitu: Sumber, pesan, media, penerima, efek, dan umpan balik.
Elaboration
L
ikelihood model
(ELM) atau model kemungkinan elaborasi
adalah sebuah
teori persuasi
yang mencoba untuk memprediksi kapan dan bagaimana seorang individu akan
terpersuasif dan tidak akan terpersuasif akan sebuah pesan yang diterimanya
(Littlejohn & Foss,
2008
Elaboration Likelihood Model
menyebutkan bahwa terdapat dua rute menuju
perubahan sikap yaitu rute
central
dan rute
peripheral.
Terdapat Beberapa tipe argument yaitu:
Strong Arguments, Neutral Arguments, Weak Arguments.
Cialdini (1994) dalam buku Dainton
(2012, hal.128) mengidentifikasi tujuh jalur sebagai tanda penggunaan pe
san pada
periphe
Authority, Commitment, Contrast, Liking, Reciprocation, Scarity, Social Proof.
Sebuah produk akan sempurna jika dilengkapi dengan sebuah visual yang dapat menarik
perhatian para konsumen. Terdapat beberapa unsur yang(Moser, 2008, p. 95): Logo, Packaging, Color. By the time a product is good or servicewhich offered attractive, then the consumer will without thinking to dopurchase. Goods and services is abrand.According to Keller citedTjiptono in his book (2005, p.19), brand or brand is a product that is capable ofprovide an additional dimension that uniquely distinguishes it from other productsdesigned to satisfy the same needs. David A. Gravin in David A. Aaker (1991,p. 43) divides the quality of the product into seven key dimensions, namely:Performance,Serviceability, Durability, Realibility, Features, Confermance with specifications, Fit and fitness.According to Engel (1994, p.3), "Consumer behavior is an action takensomeone when get, consume, and spent a product or service,including in thinking about what action will be performed when undergoingdecisions. The purchase process is more complete consisting of problem recognitionneeds, information search, evaluation of alternatives, purchase decision and conduct postpurchase (Nugroho, 2003, p. 16). According to Hawkins (1992) and Engel (1990) in (FandyTjiptono 2002: 20) has divided the three shapes in the purchase decision process: Processwide decision-making, decision-making process is limited, making Processdecision that habit.RESEARCH METHODSThis study used a qualitative descriptive method, that is by describing the resultsfound in the field of research into a description. Data collection techniquesused is to conduct in-depth interviews. This research has been conducteddiempat University in Yogyakarta, namely Universitas Atma Jaya Yogyakarta,Gadjah Mada University, Sanata Dharma University, and the UniversityNational development. Respondents were examined in this study are amongstudents who are in the Yogyakarta area, because the student has a lot of buying andusing shoesNew Balance, Researchers also retrieve data via the Internetand books. This study uses data triangulation that data from interviews, observation,and documents terkandung dalam sebuah visual 
 ANALYSIS OF RESULTS1.MediaTwitterandFacebookAs Media informer message.
Chronology of the communication process according to Everret M Roger as quoted Cangara (2004, p.19), there are five grooves in the communication process, namely through source, message, media, receiver,effects, and feedback. The analysis found theNew Balancehas been a makerand the sender of the message. Terebut message has been packed and delivered through multiple mediaie intermediaries internet media and media catalogs. Recipients of the message isspeakers or other consumerswho wish to make purchases in its products. Efekafter receiving the message or the information conveyed via the mediaFacebook,Twitter,catalogs and friends have affected sources to consider whenwant to make the purchase.2.Published By Fascination Visual Products ShoesNew Balance,Analysis found today partyNew Balancehas implemented severalthe benefits of color, which makes the color of shoesNew Balanc can beeffective to deliver a product or brand message to the informant or potentialkonsumen. PartyNew Balance has offered a variety of colors each shoedisplayed through the mediaFacebook Twitter And catalogs. Through the message colordisplayed on the media, especially in media catalog create more sourceskeen to make purchases and facilitate resource unuk choose coloraccording to their likes. When the speaker has been interested in the colors shownon shoes New Balance , Then the speaker directly to purchaseby choosing a color according to their likes and keingginan. Interest in colorUnique makes speakers are no longer searching and analyzing informationmessages or information regarding the product footwearNew Balance But directly buy shoesNew Balance That makes informant buy shoesNew Balance because it is only interested in terms of colors displayed andcreate a resource does not require a long time in considering thewhen making a purchase on shoesNew Balance

Translate 
Latar belakang
Sepatu merupakan sebuah produk alas kaki yang digunakan pada saat melakukan
aktivitas di luar rumah. Pada tahun terakhir 2010 industri alas kaki telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat yang ditandai dengan tingginya ekspor sepatu di pasar dunia.
Salah satu perusahaan yang mulai memproduksi sepatu olahraga
New Balance
di Indonesia
adalah PT Panarub Dwikarya Hendrik Sasmita. Data jumlah sepatu olahraga
New Balance
yang
diproduksi oleh PT Panarud Dwikarya Hendrik Sasmita pada tahun 2009 berjumlah 50 sampai
200 pasang perbulan, 2010 berjumlah 270 sampai 500 pasang perbulan, dan 2011 berjumlah 700
pasang per bulannya.
Rumusan Masalah
Bagaimana proses pengambilan keputusan konsumen dalam membeli sepatu olahraga
New Balance
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengambilan keputusan
konsumen dalam membeli sepatu olahraga New Balance
 
Kesimpulan
 

Pesan yang telah diterima narasumber melalui media Facebookdan Twitte membuat
sebagian narasumber tertarik untuk melakukan pembelian produk sepatu New Balance dan membuat mereka masuk pada jalur central yaitu mereka termotivasi untuk mengevaluasi atau
menganalisis pesan yang telah diterimanya dengan mendatangi langsung tempat penjualan untuk
menanyakan harga, melihat secara detail kualitas, keunggulan, warna, bentuk, dan
features dari produk sepatu New Balance, dan mempertimbangkan produk New Balance yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan keinginan. Pesan atau informasi melalui media katalog membawa narasumber atau konsumen masuk pada jalur peripheral karena narasumber secara langsung melakukan pembelian yang dipengaruhi akan pesan warna dan bentuk yang ditampilkan pada media katalog dan pesan melalui teman yang membuat narasumber yakin akan produk sepatu New Balance Hal tersebut memperlihatkan narasumber sampai pada tahap pembelian produk sepatu New Balance dalam waktu yang singkat. Jalur centraldan jalur pheriperal  yang telah dilalui oleh narasumber telah berkaitan dengan lima tahap yang dilalui dalam proses
pengambilan keputusan. Ketika narasumber berada pada jalur central , maka narasumber telah melalui pencarianinformasi dan sampai pada evaluasi informasi, sedangkan narasumberyang berada pada jalurperipheral
tidak melalui tahap evaluasi informasi, tetapi secara langsungmasuk pada tahap pembelian produk. Kualitas yang telah dirasakan narasumber atau konsumenmembuat mereka tertarik untuk melakukan pembelian ulang. Hal ini memperlihatkan padapembeian pertama narasumber telah melalui bentuk proses pengambilan keputusan secara luas,karena telah melalui tahap pencarian informasi sampai pada tahap evaluasi produk. Pada tahap
pembelian ulang narasumber berada pada bentuk proses pengambilan keputusan terbatas yaitu
narasumber hanya melalui tahap pencarian informasi dan melakukan pembelian pada produk
sepatu New Balance
.
.

Market Segmentation

ANALYSIS OF MARKETING STRATEGY OF PRODUCT FORM OF MOTORCYCLE automatic segmentation, targeting, and positioning AND EFFECT ON CONSUMER PURCHASE DECISION IN SEMARANGRahmi YulianaLecturer STIE SemarangAbstractionChanges in the industrial sector that exist today, such as the economy, technology, politics, culture. So that the company requires to be able to respond to changes, typically the central problems facing companies today is how companies bring in customers and mempertahankanya bias so that the company can survive and flourish so as to achieve the goal.The strategy is a unified plan, spacious and integrate related to the company's strategic advantages to environmental challenges, designed to ensure the goals of the company can achieve its proper implementation by the organization. In the marketing strategy, there are three elements, namely segmentation, targeting and positioning. The variable in this study is the independent variable and the dependent variable. The independent variable (independent) in this study is a marketing strategy in the form of a motorcycle automatic segmentation (X1), targeting (X2) and positioning (X3). While the dependent variable (dependent) is a consumer purchasing decisions (Y) in Semarang.Keywords: Marketing Strategy, Purchasing DecisionsPRELIMINARYChanges in the industrial sector that exist today, such as the economy, technology, politics, culture. So that the company requires to be able to respond to changes, typically the central problems facing companies today is how companies bring in customers and mempertahankanya bias so that the company can survive and flourish so as to achieve the goal.The competitive world of business going on throughout the industry both goods and services included in the motorcycle industry. Motorcycle industry, are required to be able to customize the products according to the needs and desires konsumen.DiJOURNAL STIE Semarang, VOL 5, NO 2, June 2013 edition (ISSN: 2252-7826)80because of consumer demand for vehicles continues to grow. This practical means of transportation has become a necessity for the community. So it is not surprising that the motorcycle is considered practical at affordable prices become the people's choice as an alternative to help run the various activities and their impact on the national motorcycle market has increased.So it is very important the role of the strategy, its formulation is done at the level of strategic business unit (SBU) of a company. This strategy consists of three elements, namely segmentation, targeting and positioning (STP). Segmentation as mapping strategy, because here the company doing the mapping market. Intended to determine the exact same market, but the company's perspective on the market that is able to distinguish the company with competitors. Kotler (1997) defines market segmentation is a process for dividing the market into groups of consumers are more homogeneous, of each customer group can be selected as a target market for the company achieve its marketing mix strategy. By segmenting the market, the companies make a more specific product and meet the needs of its target market.Once the market is segmented into groups of potential customers with similar characteristics and behavior, the companies choose which segments will be entered. This is called targeting.Targeting defined allocating corporate resources effectively, ie choosing the right target market. High last element of the strategy is positioning. After mapping the market, and adjust the company's resources to the segment is selected, then the company must have a credible position in the minds of consumers. Companies must precisely position the brand in the minds of consumers, which is what the company actually offer. Positioning is very important for the company's brand. In this case the authors take the title "Analysis of Marketing Strategy Products Motorcycle Matik Form Segmentation, Targeting, and Positioning And Its Effect on Consumer Buying Decision in Semarang.Issues

Translate
PENDAHULUAN
Perubahan di sektor industri yang ada pada saat ini, seperti ekonomi, teknologi, politik, budaya. Sehingga dalam perusahaan mengharuskan untuk dapat merespon perubahan yang terjadi, biasanya masalah sentral yang dihadapi perusahaan saat ini adalah bagaimana perusahaan bias mendatangkan pelanggan dan mempertahankanya agar perusahaan tersebut dapat bertahan dan berkembang sehingga mencapai tujuannya.
Persaingan dunia bisnis terjadi pada seluruh industri baik barang maupun jasa termasuk di industri sepeda motor. Industri sepeda motor, dituntut untuk dapat menyesuaikan produknya sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen.Di
JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 2, Edisi Juni 2013 (ISSN : 2252-7826)
80
karenakan kebutuhan konsumen akan kendaraan bermotor terus bertambah. Alat transportasi praktis ini sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Sehingga tidak mengherankan jika sepeda motor yang dinilai praktis dengan harga terjangkau menjadi pilihan masyarakat sebagai alternatif untuk membantu menjalankan berbagai aktivitas dan dampaknya pasar motor nasional pun meningkat.
Sehingga peran strategi sangat penting, perumusannya yang dilakukan pada level strategic business unit (SBU) dari sebuah perusahaan. Strategi ini terdiri dari tiga elemen, yaitu segmentation, targeting dan positioning (STP). Segmentation sebagai mapping strategy, karena di sini perusahaan melakukan pemetaan pasar. Dimaksudkan untuk mengetahui pasar yang sebenarnya sama, namun cara pandang perusahaan terhadap pasar itulah yang dapat membedakan perusahaan dengan pesaing. Kotler (1997) mendefinisikan segmentasi pasar merupakan suatu proses untuk membagi pasar menjadi kelompok-kelompok konsumen yang lebih homogen, dari tiap kelompok konsumen dapat dipilih sebagai target pasar untuk dicapai perusahaan dengan strategi bauran pemasarannya. Dengan segmentasi pasar maka perusahaan dalam membuat suatu produk lebih spesifik dan memenuhi kebutuhan sebagian pasar yang menjadi targetnya.
Setelah pasar disegmentasikan menjadi kelompok pelanggan potensial dengan karakteristik dan perilaku sama, maka perusahaan memilih segmen mana yang akan dimasukinya. Inilah yang disebut targeting.
Targeting didefinisikan mengalokasikan sumber daya perusahaan secara efektif, yaitu memilih target market yang tepat. Unsur terakhiri strategi adalah positioning. Setelah memetakan pasar, dan menyesuaikan sumber daya perusahaan dengan segmen yang dipilih, maka kemudian perusahaan harus memiliki posisi yang kredibel dalam benak konsumen. Perusahaan harus tepat memposisikan merek perusahaan di dalam benak konsumen, yaitu apa sesungguhnya yang perusahaan tawarkan. Positioning sangat penting bagi merek perusahaan. Dalam hal ini penulis mengambil judul “Analisis Strategi Pemasaran Pada Produk Sepeda Motor Matik Berupa Segmentasi, Targeting, Dan Positioning Serta Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen di Semarang.


Kesimpulan 
 
 Strategi dalam pemasaran terdiri dari positioning (X3) sehingga dari hasil penelitian dinyatakan bahwa strategi pemasaran yang paling mempengaruhi keputusan pembelian konsumen (Y) terhadap pembelian sepeda motor matik di Semarang.
 Yang dilakukan konsumen dalam pembelian sepeda motor matik karena desain produknya menyerupain gaya konsumen. Dan juga dengan memakai sepeda motor matik, konsumen akan tampil berbeda dengan orang lain.

Joural of Consumer’s purchase decision

Journal of International Consumer Marketing, 23:181–192, 2011
Copyright c 2011 Marieke de Mooij and Geert Hofstede BV
ISSN: 0896-1530 print / 1528-7068 online
DOI: 10.1080/08961530.2011.578057
Cross-Cultural Consumer Behavior: A Review
of Research Findings
Marieke de Mooij
Geert Hofstede

ABSTRACT. Most aspects of consumer behavior are culture-bound. This article reviews the cultural
relationships with the self, personality, and attitude, which are the basis of consumer behavior models
and branding and advertising strategies. TheHofstede model is used to explain variance. Other consumer
behavior aspects reviewed are motivation and emotions, cognitive processes such as abstract versus
concrete thinking, categorization and information processing, as well as consumer behavior domains
such as product ownership, decision making, and adoption and diffusion of innovations. Implications
for global branding and advertising are included.
KEYWORDS. Culture, dimensions, personality, self, emotion, global branding, communication

INTRODUCTION

Recent years have seen increased interest in the influence of culture on consumer behavior as well as increased research. In this article we review studies of the influence of culture that are relevant to international marketing. We discuss the various areas of research following the components of human behavior as structured in our Cross-Cultural Consumer Behavior Framework (figure 1), which was inspired by a conceptual model by Manrai and Manrai (1996). In this framework we structure the cultural components of the person in terms of consumer attributes and processes, and the cultural components of behavior in terms of consumer behavior domains. Income interferes. If there is no income, there is little or no consumption, so income is placed in a separate box. The attributes of the person refer to what people are (the who) and the processes refer to what moves people (the how). The central question is “Who am I?” and in what terms people describe themselves and others—their personality traits and identity. Related to the who are attitudes and lifestyle because they are a central part of the person. How people think, perceive, and what motivates them—how the aspects of “me” process into behavior—are viewed as processes. Much research on cross-cultural consumer behavior has used the Hofstede dimensional model of national culture. Although the country scores originally were produced in the early 1970s, many replications of Hofstede’s study on different samples have proved that the country ranking in his data is still valid. In the second edition of his book Culture’s Consequences (2001), Hofstede shows more than 40

significant correlations between his index scores and data from other sources that validate them. Many data on product ownership and related behavior (DeMooij 2004, 2010; Hofstede 2001) appear to correlate with Hofstede’s dimensions. Sometimes a configuration of two dimensions explains differences in product usage
or other consumption-related phenomena even better.



HOFSTEDE’S FIVE DIMENSIONS OF NATIONAL CULTURE
Hofstede found five dimensions of national culture labeled Power Distance, Individualism Collectivism, Masculinity/Femininity, Uncertainty Avoidance, and Long-/Short-Term Orientation.
In the description of the dimensions we include items that are most relevant to consumer behavior.
The power distance dimension can be defined as the extent to which less powerful members of a society accept and expect that power is distributed unequally. In large power distance cultures, everyone has his or her rightful place in a social hierarchy. The rightful place concept is important for understanding the role of global brands. In large power distance cultures, one’s social status must be clear so that others can show proper respect. Global brands serve that purpose.

     The contrast individualism/collectivism can be defined as people looking after themselves and their immediate family only versus people belonging to in-groups that look after them in exchange for loyalty. In individualistic cultures, one’s identity is in the person. People are “I”-conscious, and self-actualization is important. Individualistic cultures are universalistic, assuming their values are valid for the whole world. Universalism may explain why generally individualistic U.S. marketing managers focus more on standardizing globalmarketing strategy than for example collectivistic Japanese do (Taylor and Okazaki 2006). Individualistic cultures are also low-context communication cultures with explicit verbal communication. In collectivistic cultures, people are “we”-conscious.
     Their identity is based on the social system to which they belong, and preserving harmony and avoiding loss of face are important.Collectivistic cultures are high-context communication cultures, with an indirect style of communication. In the sales process in individualistic cultures, parties want to get to the point fast, whereas in collectivistic cultures it is necessary to first build a relationship and trust between parties.
This difference is reflected in the different roles of advertising: persuasion versus creating trust.
     The masculinity/femininity dimension can be defined as follows: The dominant values in a masculine society are achievement and success; the dominant values in a feminine society are caring for others and quality of life. In masculine societies, performance and achievement are highly valued; and achievement must be demonstrated, so status brands or products such as jewelry are important to show one’s success (De Mooij 2004, 247). In masculine cultures male and female roles are differentiated, whereas in feminine cultures roles overlap. In masculine cultures, household work is less shared between husband and wife than in feminine cultures. Men also do more household shopping in the feminine cultures. Data from Eurostat (2002) show that low masculinity explains 52% of variance1 of the proportion of men “who spend any time on shopping activities.”



     Uncertainty avoidance can be defined as the extent to which people feel threatened by uncertainty and ambiguity and try to avoid these situations. In cultures of strong uncertainty avoidance, there is a need for rules and formality to structure life. This translates into the search for truth and a belief in experts. People are less open to change and innovation than people of low uncertainty avoidance cultures. Members of high uncertainty avoidance cultures express in their behavior a need for purity related to several product categories. Members of low uncertainty avoidance cultures have a more active attitude to life and play more active sports. Long- versus Short-Term Orientation is the extent to which a society exhibits a pragmatic future-oriented perspective rather than a conventional historic or short-term point of view. Values included in long-term orientation are perseverance, ordering relationships by status and observing this order, thrift, and having a sense of shame. The opposite is short-term orientation, which includes personal steadiness and stability, respect for tradition, and the pursuit of happiness rather than pursuit of peace of mind. Long-term orientation (LTO) implies investment in the future. An example is the relationship between LTO and broadband penetration (De Mooij 2010). Broadband asks for large investments by business or governments.



Translate
ABSTRAK. Sebagian besar aspek perilaku konsumen adalah budaya-terikat. Artikel ini mengulas budayahubungan dengan diri, kepribadian, dan sikap, yang merupakan dasar dari model perilaku konsumendan branding dan iklan strategi. Model TheHofstede digunakan untuk menjelaskan varians. Konsumen lainnyaaspek perilaku Ulasan ini adalah motivasi dan emosi, proses kognitif seperti abstrak dibandingkanpemikiran konkret, kategorisasi dan pengolahan informasi, serta domain perilaku konsumenseperti kepemilikan produk, pengambilan keputusan, dan adopsi dan difusi inovasi. Implikasiuntuk branding global dan iklan disertakan.KATA KUNCI. Budaya, dimensi, kepribadian, diri, emosi, branding global, komunikasi
PENGANTAR
Beberapa tahun terakhir telah melihat meningkatnya minat dalam pengaruh budaya terhadap perilaku konsumen serta peningkatan penelitian. Pada artikel ini kami meninjau studi tentang pengaruh budaya yang relevan dengan pemasaran internasional. Kami membahas berbagai bidang penelitian berikut komponen perilaku manusia sebagai terstruktur dalam Perilaku Konsumen Cross-Cultural Kerangka kami (gambar 1), yang terinspirasi oleh model konseptual oleh Manrai dan Manrai (1996). Dalam kerangka ini kita struktur komponen budaya orang dalam hal atribut konsumen dan proses, dan komponen budaya perilaku dalam hal domain perilaku konsumen. Ikut campur pendapatan. Jika tidak ada penghasilan, ada sedikit atau tidak ada konsumsi, sehingga pendapatan ditempatkan dalam kotak yang terpisah. Atribut orang mengacu pada apa yang orang (yang yang) dan proses merujuk pada apa yang menggerakkan orang (bagaimana). Pertanyaan utama adalah "Siapa saya?" Dan dalam hal apa orang menggambarkan diri mereka sendiri dan orang lain-mereka ciri-ciri kepribadian dan identitas. Terkait dengan yang sikap dan gaya hidup karena mereka adalah bagian sentral dari orang tersebut. Bagaimana orang berpikir, merasakan, dan apa yang memotivasi mereka-bagaimana aspek "aku" proses ke dalam perilaku-dipandang sebagai proses. Banyak penelitian tentang perilaku konsumen lintas budaya telah menggunakan model Hofstede dimensi budaya nasional. Meskipun skor negara awalnya diproduksi pada awal tahun 1970, banyak ulangan studi Hofstede pada sampel yang berbeda telah membuktikan bahwa negara peringkat dalam data-nya masih berlaku. Dalam edisi kedua dari buku Konsekuensi Budaya nya (2001), Hofstede menunjukkan lebih dari 400

GAMBAR 1. Cross-Cultural Kerangka Perilaku Konsumen (Diadaptasi dari Manrai dan Manrai 1996)



korelasi yang signifikan antara skor indeks dan data dari sumber-sumber lain yang memvalidasi mereka. Banyak data kepemilikan produk dan perilaku terkait (DeMooij 2004, 2010; Hofstede 2001) tampaknya berkorelasi dengan dimensi Hofstede. Kadang-kadang konfigurasi dua dimensi menjelaskan perbedaan dalam penggunaan produkatau fenomena konsumsi terkait lainnya lebih baik.


Hofstede LIMA DIMENSI BUDAYA NASIONALHofstede menemukan lima dimensi budaya nasional berlabel Daya Jarak, Individualisme Kolektivisme, Maskulinitas / Feminitas, Penghindaran Ketidakpastian, dan PANJANG / Jangka Pendek Orientasi.Dalam deskripsi dimensi kita termasuk item yang paling relevan dengan perilaku konsumen.Dimensi jarak kekuasaan dapat didefinisikan sebagai sejauh mana anggota yang kurang kuat dari masyarakat menerima dan berharap bahwa kekuasaan didistribusikan tidak merata. Dalam budaya jarak kekuasaan besar, setiap orang memiliki tempat yang sah nya dalam hierarki sosial. Konsep tempat yang sah adalah penting untuk memahami peran merek global. Dalam budaya jarak kekuasaan besar, status sosial seseorang harus jelas sehingga orang lain dapat menunjukkan rasa hormat yang tepat. Merek global melayani tujuan itu.

     
Kontras individualisme / kolektivisme dapat didefinisikan sebagai orang yang mencari setelah diri mereka sendiri dan keluarga mereka hanya terhadap orang-orang milik di-kelompok yang terlihat setelah mereka dalam pertukaran untuk loyalitas. Dalam budaya individualistis, identitas seseorang di orang tersebut. Orang-orang "Aku" -conscious, dan aktualisasi diri adalah penting. Budaya individualistis yang universal, dengan asumsi nilai-nilai mereka berlaku untuk seluruh dunia. Universalisme mungkin menjelaskan mengapa manajer pemasaran US umumnya individualistik lebih fokus pada standardisasi strategi globalmarketing daripada misalnya kolektif do Jepang (Taylor dan Okazaki 2006). Budaya individualistis juga rendah-konteks budaya komunikasi dengan komunikasi verbal eksplisit. Dalam budaya kolektif, orang "kita" -conscious.
     
Identitas mereka didasarkan pada sistem sosial yang mereka milik, dan melestarikan harmoni dan menghindari kehilangan muka adalah budaya important.Collectivistic adalah budaya komunikasi konteks tinggi, dengan gaya tidak langsung komunikasi. Dalam proses penjualan dalam budaya individualistis, pihak ingin sampai ke titik cepat, sedangkan dalam budaya kolektif perlu pertama membangun hubungan dan kepercayaan antara pihak.Perbedaan ini tercermin dalam peran yang berbeda dari iklan: persuasi terhadap menciptakan kepercayaan.
     
Dimensi maskulinitas / feminitas dapat didefinisikan sebagai berikut: Nilai-nilai yang dominan dalam masyarakat maskulin yang prestasi dan keberhasilan; nilai-nilai yang dominan dalam masyarakat feminin merawat orang lain dan kualitas hidup. Dalam masyarakat maskulin, kinerja dan prestasi yang sangat dihargai; dan prestasi harus ditunjukkan, sehingga merek Status atau produk seperti perhiasan yang penting untuk menunjukkan keberhasilan seseorang (De Mooij 2004, 247). Dalam budaya maskulin peran pria dan wanita dibedakan, sedangkan dalam budaya feminin peran tumpang tindih. Dalam budaya maskulin, pekerjaan rumah tangga kurang dibagi antara suami dan istri dari dalam budaya feminin. Pria juga melakukan lebih belanja rumah tangga dalam budaya feminin. Data dari Eurostat (2002) menunjukkan bahwa maskulinitas rendah menjelaskan 52% dari variance1 dari proporsi laki-laki "yang menghabiskan waktu pada kegiatan belanja."



     
Penghindaran ketidakpastian dapat didefinisikan sebagai sejauh mana orang merasa terancam oleh ketidakpastian dan ambiguitas dan mencoba untuk menghindari situasi ini. Dalam budaya penghindaran ketidakpastian yang kuat, ada kebutuhan untuk aturan dan formalitas untuk struktur kehidupan. Hal ini berarti mencari kebenaran dan keyakinan dalam ahli. Orang yang kurang terbuka terhadap perubahan dan inovasi dari orang dari budaya penghindaran ketidakpastian yang rendah. Anggota budaya penghindaran ketidakpastian yang tinggi mengungkapkan dalam perilaku mereka kebutuhan untuk kemurnian yang berkaitan dengan beberapa kategori produk. Anggota budaya penghindaran ketidakpastian yang rendah memiliki sikap yang lebih aktif untuk hidup dan bermain olahraga lebih aktif. Panjang dibandingkan Jangka Pendek Orientasi adalah sejauh mana masyarakat menunjukkan masa depan yang berorientasi perspektif pragmatis daripada titik jangka pendek bersejarah atau konvensional pandang. Nilai termasuk dalam orientasi jangka panjang adalah ketekunan, memesan hubungan dengan status dan mengamati urutan ini, hemat, dan memiliki rasa malu. Sebaliknya adalah orientasi jangka pendek, yang meliputi kemantapan pribadi dan stabilitas, menghormati tradisi, dan mengejar kebahagiaan daripada mengejar ketenangan pikiran. Orientasi jangka panjang (LTO) menyiratkan investasi di masa depan. Contohnya adalah hubungan antara KPP dan penetrasi broadband (De Mooij 2010). Broadband meminta investasi besar oleh bisnis atau pemerintah


ABSTRAK. Sebagian besar aspek perilaku konsumen adalah budaya-terikat. Artikel ini mengulas budayahubungan dengan diri, kepribadian, dan sikap, yang merupakan dasar dari model perilaku konsumendan branding dan iklan strategi. Model TheHofstede digunakan untuk menjelaskan varians. Konsumen lainnyaaspek perilaku Ulasan ini adalah motivasi dan emosi, proses kognitif seperti abstrak dibandingkanpemikiran konkret, kategorisasi dan pengolahan informasi, serta domain perilaku konsumenseperti kepemilikan produk, pengambilan keputusan, dan adopsi dan difusi inovasi. Implikasiuntuk branding global dan iklan disertakan.KATA KUNCI. Budaya, dimensi, kepribadian, diri, emosi, branding global, komunikasi
PENGANTAR
Beberapa tahun terakhir telah melihat meningkatnya minat dalam pengaruh budaya terhadap perilaku konsumen serta peningkatan penelitian. Pada artikel ini kami meninjau studi tentang pengaruh budaya yang relevan dengan pemasaran internasional. Kami membahas berbagai bidang penelitian berikut komponen perilaku manusia sebagai terstruktur dalam Perilaku Konsumen Cross-Cultural Kerangka kami (gambar 1), yang terinspirasi oleh model konseptual oleh Manrai dan Manrai (1996). Dalam kerangka ini kita struktur komponen budaya orang dalam hal atribut konsumen dan proses, dan komponen budaya perilaku dalam hal domain perilaku konsumen. Ikut campur pendapatan. Jika tidak ada penghasilan, ada sedikit atau tidak ada konsumsi, sehingga pendapatan ditempatkan dalam kotak yang terpisah. Atribut orang mengacu pada apa yang orang (yang yang) dan proses merujuk pada apa yang menggerakkan orang (bagaimana). Pertanyaan utama adalah "Siapa saya?" Dan dalam hal apa orang menggambarkan diri mereka sendiri dan orang lain-mereka ciri-ciri kepribadian dan identitas. Terkait dengan yang sikap dan gaya hidup karena mereka adalah bagian sentral dari orang tersebut. Bagaimana orang berpikir, merasakan, dan apa yang memotivasi mereka-bagaimana aspek "aku" proses ke dalam perilaku-dipandang sebagai proses. Banyak penelitian tentang perilaku konsumen lintas budaya telah menggunakan model Hofstede dimensi budaya nasional. Meskipun skor negara awalnya diproduksi pada awal tahun 1970, banyak ulangan studi Hofstede pada sampel yang berbeda telah membuktikan bahwa negara peringkat dalam data-nya masih berlaku. Dalam edisi kedua dari buku Konsekuensi Budaya nya (2001), Hofstede menunjukkan lebih dari 400

GAMBAR 1. Cross-Cultural Kerangka Perilaku Konsumen (Diadaptasi dari Manrai dan Manrai 1996)



korelasi yang signifikan antara skor indeks dan data dari sumber-sumber lain yang memvalidasi mereka. Banyak data kepemilikan produk dan perilaku terkait (DeMooij 2004, 2010; Hofstede 2001) tampaknya berkorelasi dengan dimensi Hofstede. Kadang-kadang konfigurasi dua dimensi menjelaskan perbedaan dalam penggunaan produkatau fenomena konsumsi terkait lainnya lebih baik.


Hofstede LIMA DIMENSI BUDAYA NASIONALHofstede menemukan lima dimensi budaya nasional berlabel Daya Jarak, Individualisme Kolektivisme, Maskulinitas / Feminitas, Penghindaran Ketidakpastian, dan PANJANG / Jangka Pendek Orientasi.Dalam deskripsi dimensi kita termasuk item yang paling relevan dengan perilaku konsumen.Dimensi jarak kekuasaan dapat didefinisikan sebagai sejauh mana anggota yang kurang kuat dari masyarakat menerima dan berharap bahwa kekuasaan didistribusikan tidak merata. Dalam budaya jarak kekuasaan besar, setiap orang memiliki tempat yang sah nya dalam hierarki sosial. Konsep tempat yang sah adalah penting untuk memahami peran merek global. Dalam budaya jarak kekuasaan besar, status sosial seseorang harus jelas sehingga orang lain dapat menunjukkan rasa hormat yang tepat. Merek global melayani tujuan itu.

     
Kontras individualisme / kolektivisme dapat didefinisikan sebagai orang yang mencari setelah diri mereka sendiri dan keluarga mereka hanya terhadap orang-orang milik di-kelompok yang terlihat setelah mereka dalam pertukaran untuk loyalitas. Dalam budaya individualistis, identitas seseorang di orang tersebut. Orang-orang "Aku" -conscious, dan aktualisasi diri adalah penting. Budaya individualistis yang universal, dengan asumsi nilai-nilai mereka berlaku untuk seluruh dunia. Universalisme mungkin menjelaskan mengapa manajer pemasaran US umumnya individualistik lebih fokus pada standardisasi strategi globalmarketing daripada misalnya kolektif do Jepang (Taylor dan Okazaki 2006). Budaya individualistis juga rendah-konteks budaya komunikasi dengan komunikasi verbal eksplisit. Dalam budaya kolektif, orang "kita" -conscious.
     
Identitas mereka didasarkan pada sistem sosial yang mereka milik, dan melestarikan harmoni dan menghindari kehilangan muka adalah budaya important.Collectivistic adalah budaya komunikasi konteks tinggi, dengan gaya tidak langsung komunikasi. Dalam proses penjualan dalam budaya individualistis, pihak ingin sampai ke titik cepat, sedangkan dalam budaya kolektif perlu pertama membangun hubungan dan kepercayaan antara pihak.Perbedaan ini tercermin dalam peran yang berbeda dari iklan: persuasi terhadap menciptakan kepercayaan.
     
Dimensi maskulinitas / feminitas dapat didefinisikan sebagai berikut: Nilai-nilai yang dominan dalam masyarakat maskulin yang prestasi dan keberhasilan; nilai-nilai yang dominan dalam masyarakat feminin merawat orang lain dan kualitas hidup. Dalam masyarakat maskulin, kinerja dan prestasi yang sangat dihargai; dan prestasi harus ditunjukkan, sehingga merek Status atau produk seperti perhiasan yang penting untuk menunjukkan keberhasilan seseorang (De Mooij 2004, 247). Dalam budaya maskulin peran pria dan wanita dibedakan, sedangkan dalam budaya feminin peran tumpang tindih. Dalam budaya maskulin, pekerjaan rumah tangga kurang dibagi antara suami dan istri dari dalam budaya feminin. Pria juga melakukan lebih belanja rumah tangga dalam budaya feminin. Data dari Eurostat (2002) menunjukkan bahwa maskulinitas rendah menjelaskan 52% dari variance1 dari proporsi laki-laki "yang menghabiskan waktu pada kegiatan belanja."

Kesimpulan

     
Penghindaran ketidakpastian dapat didefinisikan sebagai sejauh mana orang merasa terancam oleh ketidakpastian dan ambiguitas dan mencoba untuk menghindari situasi ini. Dalam budaya penghindaran ketidakpastian yang kuat, ada kebutuhan untuk aturan dan formalitas untuk struktur kehidupan. Hal ini berarti mencari kebenaran dan keyakinan dalam ahli. Orang yang kurang terbuka terhadap perubahan dan inovasi dari orang dari budaya penghindaran ketidakpastian yang rendah. Anggota budaya penghindaran ketidakpastian yang tinggi mengungkapkan dalam perilaku mereka kebutuhan untuk kemurnian yang berkaitan dengan beberapa kategori produk. Anggota budaya penghindaran ketidakpastian yang rendah memiliki sikap yang lebih aktif untuk hidup dan bermain olahraga lebih aktif. Panjang dibandingkan Jangka Pendek Orientasi adalah sejauh mana masyarakat menunjukkan masa depan yang berorientasi perspektif pragmatis daripada titik jangka pendek bersejarah atau konvensional pandang. Nilai termasuk dalam orientasi jangka panjang adalah ketekunan, memesan hubungan dengan status dan mengamati urutan ini, hemat, dan memiliki rasa malu. Sebaliknya adalah orientasi jangka pendek, yang meliputi kemantapan pribadi dan stabilitas, menghormati tradisi, dan mengejar kebahagiaan daripada mengejar ketenangan pikiran. Orientasi jangka panjang (LTO) menyiratkan investasi di masa depan. Contohnya adalah hubungan antara KPP dan penetrasi broadband (De Mooij 2010). Broadband meminta investasi besar oleh bisnis atau pemerintah


 sumber :
Journal of International Consumer Marketing, 23:181–192, 2011